Selasa, 22 Maret 2016

Gelap dan Terang di Balik Rak Buku

Semua hal yang berhubungan dengan buku dan rak buku pasti membuat saya, sebagai seorang pencinta buku (novel), tertarik. Begitu pula dengan novel remaja (middle grade) berikut ini, yang berjudul Behind the Bookcase karya Mark Steensland. Pertama kali melihat sampulnya muncul dalam rekomendasi dari situs Goodreads, saya langsung menelisik lebih jauh.

Dilihat dari desain sampulnya saja, sudah ada elemen-elemen yang saya suka: rak buku (plus buku-bukunya), kucing hitam, dan dominasi warna tosca.


Premisnya menarik: seorang gadis kecil yang menemukan dunia lain di balik rak buku.
Hmmm... sekilas, mirip Coraline-nya Neil Gaiman? Kita bahas lebih lanjut nanti.

Ketika melihat bukunya cukup tipis (kurang dari 300 halaman) dan harganya tidak terlalu mahal, saya langsung membelinya via Periplus online. Dan karena akhir pekan kemarin saya ada acara ke luar kota selama dua hari, saya membawa buku ini sebagai bekal perjalanan. Ternyata Behind the Bookcase bisa selesai saya baca lebih cepat daripada perkiraan.

Sumber: goodreads.com

Sekilas kisahnya

Behind the Bookcase menceritakan seorang gadis kecil bernama Sarah yang bersama keluarganya, datang ke rumah almarhumah nenek untuk membereskan rumah tersebut sebelum dijual. Sarah kemudian menemukan berbagai kejanggalan di rumah itu, di antaranya adalah suara-suara dari balik rak buku di kamarnya.

Penasaran, Sarah menarik rak buku kecil itu hingga lepas dari dinding. Di baliknya ada lorong gelap mengarah ke dunia lain... ke dunia bayang-bayang bernama Scotopia. Di dunia itu, Sarah bertemu berbagai makhluk aneh dan mengalami berbagai petualangan menegangkan.


Gadis kecil, kucing hitam, dan portal menuju dunia lain

Ketiga elemen yang terlihat jelas dari sampul buku Behind the Bookcase ini langsung mengingatkan saya akan novel Coraline karya Neil Gaiman. Berhubung saya menyukai Coraline, saya jadi punya ekspektasi besar terhadap Behind the Bookcase... dan jadi sedikit kecewa pada akhirnya.

Sebenarnya kedua novel ini tidak terlalu sama. Ya, Coraline dan Sarah sama-sama menemukan portal menuju dunia lain, dan walaupun awalnya mereka memasuki portal karena didorong rasa penasaran, kali berikutnya mereka 'terpaksa' memasuki portal itu. Menurut saya, alasan Coraline memasuki portal lebih sederhana dan nyata... dia harus menyelamatkan jiwa kedua orangtuanya. Sedangkan alasan Sarah lebih klise: menyelamatkan dunia. Heh.

Kucing hitam dalam Coraline tidak memiliki nama, sedangkan kucing hitam dalam Behind the Bookcase bernama Balthazat, dan mengaku sebagai Rajanya Para Kucing. Keduanya sama-sama arogan, tapi Balthazat dari awal sudah kentara sekali culasnya. Tidak perlu waktu lama untuk menebak bahwa kucing tengil inilah tokoh antagonisnya.

Jika lebih jauh membandingkan Coraline dan Behind the Bookcase, saya berani bilang bahwa Behind the Bookcase memiliki plot cerita yang lebih rumit... tapi bukan berarti lebih bagus. Semakin rumit suatu cerita, semakin banyak konflik yang disajikan, maka semakin besar kemungkinan adanya plot hole. Jadi, meskipun plotnya lebih sederhana, bagi saya Coraline masih jauh lebih bagus daripada Behind the Bookcase.

Oh iya, jangan salahkan saya jika membanding-bandingkan kedua novel ini... Habisnya di blurb-nya sudah jelas-jelas ditulis perfect for fans of Coraline. Secara tidak langsung itu ajakan untuk membandingkan keduanya kan? *mencari pembenaran :p


Solusi bagi semua masalah

Di atas saya sudah bilang bahwa Behind the Bookcase memiliki plot yang cukup rumit. Itu karena ada berbagai masalah yang harus dihadapi sang tokoh utama. Awalnya masalah-masalah ini terasa menarik, dan membuat saya penasaran bagaimana cara Sarah menyelesaikan semuanya.

Sayangnya, solusi dari semua masalah itu cuma satu, dan terkesan terlalu mudah terjadi. Saya tidak akan menyebutkan secara spesifik karena tidak mau memberikan spoiler. Pokoknya hal ini membuat semua petualangan yang Sarah alami menjadi terkesan tidak penting.

Dan ujung-ujungnya... akhir cerita jadi terkesan terlalu terburu-buru.


Ilustrasi imut, makhluk-makhluk aneh

Untungnya, kelemahan dalam alur cerita Behind the Bookcase terobati dengan adanya ilustrasi-ilustrasi imut di dalamnya. Ilustrasi-ilustrasi tersebut adalah karya dari Kelly Murphy yang sudah malang melintang di dunia ilustrasi buku sejak tahun 2002.

Dalam Behind the Bookcase, ada berbagai makhluk aneh yang diilustrasikan dengan bagus dan imut, tidak terkesan seram. Misalnya makhluk berupa tangan raksasa dengan satu bola mata di bagian telapaknya, atau makhluk serupa manusia yang tidak punya leher dan kepalanya menempel di dada.


Dunia yang seimbang

Ada setidaknya satu nilai moral yang bisa diambil dari novel ini, yaitu...
Tidak ada dunia yang sepenuhnya terang. Pasti sebagiannya ada yang menjadi bayang-bayang.... dan akhirnya menjadi gelap. Memang sudah seharusnya seperti itu, agar dunia ini seimbang.

Akhir kata

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan Behind the Bookcase, novel ini cukup layak baca. Cocok untuk menstimulasi anak-anak agar gemar membaca. Saya mengikutkannya dalam tantangan membaca SEVENEVES no.7: Buku dengan ilustrasi di dalamnya. Jika ingin tahu lebih banyak tentang SEVENEVES, silakan lihat tulisan saya di sini.

2 komentar:

  1. Aku malah membayangkan Narnia. Soal baru itu yg kutahu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Narnia dunia di balik lemari, kk... bukan rak buku ^^

      Hapus