Senin, 16 Juni 2014

The Fault in Our Stars - Mereka Tak Bisa Selamanya Bersinar

Bahkan bintang-bintang pun memiliki usia.
Hari ini mereka bersinar, esok hari bisa saja mereka meledak menjadi serpihan tak terhitung.

Entah mengapa, bintang dikaitkan dengan takdir. It's written in the stars berarti memang sudah seperti itu takdirnya. Lalu apa maksudnya The Fault in Our Stars? Mungkin ada sesuatu yang salah dengan takdir. Tapi... apa gunanya kita menyalahkan takdir? Kenyataannya, memang ada hal-hal yang tak terelakkan. Salah satunya adalah kematian.

The Fault in Our Stars

Ini adalah judul novel karya John Green. Novel ini sangat digemari orang dan menjadi sangat populer di seluruh dunia hingga akhirnya diangkat ke layar lebar.

Ceritanya...

Hazel Grace Lancaster adalah seorang gadis muda yang mengidap kanker. Paru-parunya sudah rusak, sehingga setiap saat ia harus selalu ditemani oleh tabung oksigen. Di salah satu pertemuan dengan para cancer survivor lainnya, Hazel bertemu dengan seorang cowok keren bernama Augustus Waters. Salah satu kaki Augustus diamputasi karena kanker, tapi itu tidak menghalanginya untuk aktif beraktivitas.
Hazel dan Augustus saling tertarik, dan mulai sering menghabiskan waktu bersama. Tapi yah, mereka tidak dapat bersama selamanya. Penyakit kanker terbukti bukan sesuatu yang bisa dengan mudah dikalahkan.

Sesederhana itukah kisahnya? Tentu tidak. Kita juga akan berkenalan dengan Isaac, sahabat Augustus yang kedua matanya harus dicongkel gara-gara kanker. Ada juga Monica, pacarnya Isaac. Kemudian, tentu saja kita juga akan melihat bagaimana pergolakan batin orangtua Hazel dan orangtua Augustus dalam menghadapi kondisi anak-anak mereka.

Novel VS Film

Saya sudah agak lama baca novelnya (sekitar dua tahun yang lalu) dan sudah lupa detail-detail ceritanya, sedangkan mendapat kesempatan menonton filmnya baru tanggal 15 Juni kemarin (Hari Minggu). Menurut saya, novel dan film The Fault in Our Stars saling melengkapi, sama-sama bagus. Walaupun saya menyadari ada bagian yang dihilangkan dari bukunya (tentang mantan pacarnya Augustus), saya rasa itu hal yang wajar terjadi. Lagipula yang dihilangkan bukan sesuatu yang krusial.

Dulu, selesai membaca bukunya dada saya rasanya sesak, dan ingin meremas sesuatu sambil tertawa histeris :)) Kemarin, saat hendak menonton filmnya, saya sudah persiapan hati, tapi tetap saja ada adegan yang membuat mata saya berkaca-kaca. Akting para pemerannya... ditambah latar musik yang menyayat hati... sukses bikin beberapa orang banjir air mata sepertinya.
Tips: Kalau kamu tidak mau ketahuan nangis, sehari sebelum nonton berusahalah untuk terkena sakit flu :p Kemudian untuk menahan air mata agar tidak tumpah, mendongak dan lihatlah ke arah langit-langit (itulah yang saya lakukan hahaha).

Kalau mau tahu lebih banyak apresiasi orang-orang terhadap novel The Fault in Our Stars, bisa cek di Goodreads.

Tokoh-tokohnya

Shailene Woodley sebagai Hazel Grace
Kekhawatiran terbesar Hazel adalah bahwa orangtuanya akan terpuruk dalam kesedihan saat ia meninggal nanti, terutama Hazel takut ibunya akan bunuh diri. Hazel adalah gadis yang tegar, cerdas, dan juga realistis sekaligus optimis. Kehadiran Augustus dalam hidupnya membuat hari-hari Hazel lebih berwarna dan menyenangkan. Walaupun awalnya Hazel tidak mau terlalu dekat dengan Augustus, akhirnya ia menyerah dan tidak dapat lagi menyangkal rasa cintanya pada pemuda itu.
Ansel Elgort sebagai Augustus Waters
Kekhawatiran terbesar Augustus adalah dilupakan. Karenanya, ia selalu berusaha agar kehadirannya berkesan. Terkadang ia berusaha terlalu keras... Hazel menyadarkannya bahwa ia tidak perlu bersedih jika tidak bisa melakukan hal yang luar biasa untuk orang banyak, seharusnya ia bersyukur telah bisa melakukan sesuatu yang sangat berarti untuk orang-orang terdekatnya.
Nat Wolff sebagai Isaac
Isaac begitu tergila-gila pada pacarnya, hingga ia galau habis-habisan saat mereka putus. Di novelnya, Isaac dan Augustus disebut sering main video game bersama, tapi di filmnya tidak diperlihatkan.
Willem Dafoe sebagai Peter Van Houten
Eh, tunggu sebentar... saya bukan sedang menonton film Odd Thomas kan? Kenapa Chief Wyatt ada di sini? :p Hohoho.. ternyata kali ini Willem Dafoe berperan sebagai seorang penulis yang menyebalkan (walaupun sebenarnya ada alasan kuat di balik sikapnya yang menyebalkan). Sebenarnya saya merasa sikap Hazel dan Augustus terhadap Van Houten terlalu berlebihan, kasar dan memaksa. Seharusnya mereka menyadari bahwa seorang penulis punya hak untuk menentukan apa yang menurutnya perlu dan tidak perlu diceritakan.

Akhir Kata

Dalam The Fault in Our Stars ada banyak sekali kutipan-kutipan bermakna. Salah satunya yang saya suka adalah "Pain demands to be felt." Dalam hidup, tentu nyaris tidak mungkin menghindari rasa sakit. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana kita menanggapi rasa sakit itu... Jika rasa sakit itu tidak membunuhmu, maka itu akan menguatkanmu. Okay?
John Green, Ansel Elgort, Nat Wolff, & Shailene Woodley

Jumat, 06 Juni 2014

Mindscape - Ingatan Tidak Selalu Sesuai Dengan Kenyataan

Akhir pekan lalu, saya mendapat kesempatan untuk bersantai dan menonton film sambil menemani seorang bayi lucu yang tertidur di sebelah saya... Judul filmnya adalah Mindscape, yang juga dikenal dengan judul ANNA.


Mindscape

Mindscape adalah sebuah perusahaan...yang menurut saya mirip private investigation agency. Perusahaan ini menaungi orang-orang yang memiliki bakat untuk memasuki ingatan orang lain (caranya dengan berpegangan tangan). Orang-orang ini disebut sebagai memory detective (kalau tidak salah...saya malas ngecek lagi, tonton sendiri saja filmnya ya :p) dan testimoni mereka dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan.

Ceritanya.... ada seorang memory detective bernama John Washington yang mengalami stroke saat sedang menangani suatu kasus. Setelah itu dia rehat selama kurang lebih dua tahun. Saat dia kembali bekerja, dia disodori tugas untuk menginvestigasi seorang gadis bernama Anna Greene. Entah apa alasannya, Anna yang sedari kecil dianggap agak kelainan jiwa itu sekarang mogok makan. Tugas John adalah membuat Anna mau makan lagi, terserah bagaimana caranya. Kelihatannya itu tugas yang cukup mudah bukan? Tapi tentu saja kenyataannya berbeda...

Impresi

Sewaktu baca sinopsis film ini, saya langsung tertarik. Orang yang memiliki kemampuan untuk masuk ke ingatan orang lain...hmm...mirip-mirip film The Cell (film jadul, dibintangi oleh Jennifer Lopez) ya? Tapi ternyata Mindscape lebih indah daripada The Cell. Saya senang sekali menontonnya, karena ada perasaan misterius yang mengikuti dari awal hingga akhir cerita. Sebenarnya alurnya tidak terlalu sulit ditebak, tetapi tetap saja saya menikmatinya...mungkin karena terpesona pada Taissa Farmiga yang memerankan Anna... hahaha.

Tokoh-Tokoh

John Washington diperankan oleh Mark Strong
John adalah seorang memory detective yang hebat, tapi performanya menurun setelah istrinya meninggal bunuh diri. Saat bertemu Anna, dia merasakan ketertarikan personal, terutama karena gadis itu memiliki nama yang sama dengan almarhumah istrinya... John sepertinya ingin menganggap Anna sebagai putrinya sendiri.
Anna Greene diperankan oleh Taissa Farmiga
Anna adalah gadis cantik dan pintar yang memiliki bakat seni mengagumkan. Sepanjang film ini kita dibuat bertanya-tanya: apakah gadis ini korban pelecehan ataukah seorang sosiopat?
Saya merasa familier dengan wajahnya... kemudian teringat bahwa dia yang memerankan Violet di serial TV American Horror Story season 1.

Memori

Satu hal yang menjadi fokus utama dalam film ini adalah memori/ingatan. Kita belajar bahwa tidak selamanya memori dapat diandalkan. Apa yang kita ingat belum tentu apa yang sebenarnya terjadi, karena perasaan dan pikiran kita dapat memanipulasi memori...


"this old man, he played three
he played knick knack on my knee
with a knick knack paddy whack
give the dog a bone
this old man came rolling home"