Rabu, 27 November 2019

The Traveling Cat Chronicles: Memaknai Perjalanan Hidup dan Persahabatan

The Traveling Cat Chronicles bisa dibilang salah satu buku terbaik yang saya baca di tahun 2019. Diterjemahkan dari Bahasa Jepang dan mengangkat kisah persahabatan antara seorang manusia bernama Satoru, dengan seekor kucing bernama Nana. Ada isu penelantaran anak juga yang diangkat dalam kisahnya.

Kisah ini disampaikan dalam dua sudut pandang: sudut pandang pertama dari Nana sang kucing, dan sudut pandang orang ketiga yang serbatahu. Asyik sekali mengikuti cerita dari sudut pandang Nana, rasanya jadi lebih bisa bersimpati dengan para kucing. Ini buku wajib baca bagi para pencinta kucing.

Rating



Kutipan-kutipan favorit


Hal 6
Mereka itu cuma sejenis monyet besar yang bisa berdiri dan berjalan dengan dua kaki, tapi makhluk bernama manusia ini sombongnya minta ampun.

Hal. 240
Kadang ada juga kucing aneh yang suka mandi, tapi itu hanya terjadi pada kucing yang mengalami mutasi tiba-tiba.

Hal. 241
Lagi pula, kucing hanya mencakar-cakar perabotan di lingkungan yang dia rasa aman, kalau macam penginapan yang hanya dikunjungi sebentar, biasanya jarang muncul keinginan untuk mencakar.

Hal. 252
Aokigahara adalah tempat yang Satoru ceritakan kepadaku saat pergi ke Gunung Fuji. Tempat kompas tidak bekerja sehingga kau akan kehilangan arah.

Hal. 262
Kalau mati, hewan hanya akan tidur di tempat dia ambruk. Namun, kalau sampai harus menyiapkan tempat tidur setelah mati, itu menandakan manusia memang makhluk pencemas dan tidak bebas.

Hal. 265
Ada banyak hal yang tak terelakkan di dunia ini.

Hal. 267
Jadi, kalian ingin tahu apakah kami para kucing itu bisa melihat hantu atau tidak? Itu - kalian tahu? Di dunia ini ada banyak hal yang sebaiknya tetap menjadi misteri saja.


Para pengganggu kenyamanan membaca

Hal-hal berikut ini yang membuat saya urung memberikan 5 bintang kepada The Traveling Cat Chronicles.

Hal. 135
Anak yang tidak merepotkan tidak bisa menjadi paku yang mengeratkan keluarganya.

Menurut saya, kata "paku" dan "mengeratkan" kurang cocok jika disandingkan, meskipun tidak bisa juga disebut keliru. Biasanya kalau untuk sesuatu yang mengeratkan itu, yang pertama muncul di benak adalah lem, selotip, atau ikatan (simpul). Sedangkan paku lebih pantas jika disebut mengukuhkan atau menguatkan.

Hal. 137
Bahkan ketika aku tengah berbicara, bila dia melihat tirai yang bergerak karena tertiup angin, dia akan segera melempar semuanya dan pergi mengejar tirai yang bergerak itu.

Konteksnya:
"Aku" adalah kucing senior, yang sedang mengajari "dia" untuk berburu mangsa.
"Dia" adalah anak kucing yang masih senang bermain.

Ungkapan "melempar semuanya" terasa janggal berada dalam kalimat itu. Saya pikir akan lebih mudah dipahami jika ungkapan yang dipakai adalah "mengalihkan perhatian".

Hal. 138
Dia memang manusia tidak sopan yang seenaknya saja mengangkat dari tengkukku saat pertama kali bertemu.

Itu kata "dari" bisa dihapus saja ngga, sih?

Hal. 148
"Seseorang! Seseorang, hentikan anak-anak itu!"

Coba baca kalimat di atas keras-keras. Ribet, ngga? Dalam situasi genting, orang biasanya akan memilih kata-kata pendek, misalnya: "Tolong! Tolong, hentikan anak-anak itu!" Seseorang = empat suku kata, tolong = dua suku kata. Jelas lebih ringkas kata "tolong".

Hal. 156
Dia membuat wajah yang menakutkan, menundukkan telinganya, menautkan tubuhnya seperti sebuah busur dan meledakkan semua bulu yang ada di tubuh hingga ke ekornya.

Konteksnya adalah deskripsi seekor kucing dalam pose siap bertarung.

Berdasarkan KBBI:
Tunduk (kata kerja) artinya menghadapkan wajah ke bawah, condong ke depan dan ke bawah (tentang kepala).
Jadi kata "tunduk" sepertinya kurang cocok dipadankan dengan "telinga". Mungkin lebih cocok jika disebut "melipat telinga".

Berdasarkan KBBI, menautkan (kata kerja) artinya:
1. menjadikan bertaut; menyambungkan; menutupkan; merapatkan; mengatupkan
2. menggandengkan (tangan)
3. memperhubungkan; mempertalikan; mempertemukan; mempersatukan
4. melekatkan (mengarahkan, memusatkan) pandangan, pikiran, perhatian, dan sebagainya kepada
Dari definisi-definisi tersebut, bisa dipahami bahwa dalam kata "menautkan" ada dua hal yang dijadikan satu (tangan dengan tangan, pandangan dengan sesuatu yang dipandang). Sedangkan dalam kalimat di atas, tubuh ditautkan dengan apa? Tidak ada. Ditambah lagi ujungnya ada "seperti sebuah busur". Makin bingung.
Menurut saya, lebih tepat bila kalimatnya: "melengkungkan tubuh seperti busur".

Yang ketiga ini yang paling aneh: "meledakkan semua bulu".
DOR!
BUM!
Tewas dong kucingnya, meledak?
Saya tidak perlu menyebutkan makna "meledakkan" berdasarkan KBBI ya, sila dicek sendiri. Alih-alih kata "meledakkan", dalam konteks ini menurut saya lebih tepat jika memakai kata "menegakkan".

Hal. 158
... aku tak membencimu, tapi jangan berpikiran buruk tentangku.

Hakikatnya, kata "tapi" digunakan untuk menghubungkan dua anak kalimat yang saling bertentangan. Sedangkan dua anak kalimat di atas menurut saya maknanya tidak bertentangan ... logikanya, kalau tidak ada kebencian maka tidak akan ada pikiran buruk, kan? Hubungan antara dua anak kalimat ini lebih tepat dimaknai sebagai sebab-akibat, seperti ini: "aku tak membencimu, jadi jangan berpikiran buruk tentangku".

Hal. 159
Kau terus terang sekali ya.
Terus terangmu itu masih sama seperti saat kau mengeluarkanku secara paksa dari dalam kandang.

Jadi ingat iklan lampu ... #eh
Terus terang itu bisa dibentuk jadi kata benda dengan menambahkan awal dan akhiran, seperti ini lho: keterusterangan.

Hal. 163
Satoru terus mengucapkan kekesalannya, tapi tak lama kemudian itu segera tertawa.

Mengucapkan kekesalan itu tidak keliru, hanya terasa janggal bagi saya. Lebih enak kalau "mengungkap kekesalan" atau "meluapkan kekesalan" atau "mengucapkan sumpah serapah" atau "mengeluh".

Di anak kalimat kedua, "tak lama kemudian" dan "segera" memiliki makna serupa, jadi sebaiknya pilih salah satu saja agar tidak berlebihan:
... tapi tak lama kemudian, dia tertawa.
atau
... tapi setelah itu dia segera tertawa.

Hal. 194-195
Sebab, berkat kejadian tadi pagi, dia sudah sepenuhnya lupa sepenuhnya dengan apa yang dia pelajari.

Kata "sepenuhnya" pilih salah satu saja ...

Hal. 218
"Ah, sepertinya kalian terlalu banyak minyum, ya."
Satoru menyoba untuk menopang Sugi supaya dia bisa bangkit berdiri ...

Apa karena konteksnya mereka lagi minum-minum, jadi bahasanya kayak orang mabuk begitu ...?

Hal. 239
manusia telah mencipakan sesuatu yang hebat, ya.

Saltik. Seharusnya menciptakan.

Hal. 263
"Aku ingin mengujungi makam ini bersama Nana."

Saltik. Seharusnya mengunjungi.

Hal. 274
... Satoru yang terhenti pernapasannya juga sama denganku.

Kalau pernapasannya terhenti, mati dong? T__T Mungkin lebih tepat kalau pilihan kata-katanya: "sejenak menahan napasnya", atau yang mirip-mirip gitu deh.

Hal. 298
"Sepertinya kau tidak perlu sampai harus mengambil catatan."

Konteksnya:
Satoru sedang menjelaskan tentang kucing kepada bibinya, dan sang bibi mencatat penjelasan Satoru.

Frasa "mengambil catatan" itu tidak salah, hanya agak janggal, apalagi jika muncul dalam dialog. Alaminya, orang akan lebih memilih berkata "mencatat" saja.



Di beberapa halaman ada kata "mini truk". Maksudnya adalah truk yang ukurannya mini. Sepemahaman saya, Bahasa Indonesia menganut aturan DM (diterangkan-menerangkan), sehingga istilah yang tepat seharusnya truk mini, karena kata "truk" diterangkan oleh kata "mini" (sebaliknya, kata "mini" menerangkan kata "truk").

Sebagai tambahan, Bahasa Inggris menganut aturan MD (menerangkan-diterangkan), maka dalam bahasa ini benar ada istilah "mini truck". Mungkin karena orang-orang sudah familier dengan istilah ini, jadi mini truk pun dianggap benar.


Kenapa sih, saya repot-repot menulis semua ini? Apa saya mau sok pintar atau menggurui?
Tidak, itu tidak benar. Penjelasan yang cukup panjang ini justru adalah bukti cinta saya terhadap buku ini. Harapan saya, jika buku ini nanti dicetak ulang, pihak redaksi berkenan memeriksa ulang isi buku ini dan meningkatkan kualitasnya.

Sekian dan terima kasih telah membaca sampai akhir :)